
Di sebuah kerajaan, hiduplah seorang raja muda yang penuh semangat. Ia memiliki seorang penasihat tua yang bijaksana, yang selalu mengajarkan kebijaksanaan hidup kepadanya. Salah satu prinsip yang selalu dipegang oleh sang penasihat adalah:
“Semua yang terjadi adalah yang terbaik. InsyaAllah.”
Suatu hari, sang raja mengadakan perburuan di hutan. Ditemani sang penasihat, ia berburu dengan penuh semangat. Namun, dalam sebuah insiden yang tidak terduga, panah yang ia gunakan untuk berburu terpeleset dari genggamannya dan melukai tangannya sendiri. Akibat kecelakaan itu, satu jarinya terputus.
Ketika sang penasihat melihat kejadian itu, ia tetap tenang dan mengucapkan kalimat yang biasa ia katakan, “Semua yang terjadi adalah yang terbaik. InsyaAllah.”
Namun, mendengar kata-kata itu, sang raja yang masih dalam kondisi kesakitan dan emosional merasa marah. Bagaimana mungkin kehilangan jari bisa dianggap sebagai sesuatu yang terbaik? Karena kemarahannya, ia pun memerintahkan agar penasihat tua itu dimasukkan ke dalam penjara.
Beberapa waktu kemudian, luka sang raja sembuh, dan ia kembali pergi berburu ke dalam hutan. Namun, kali ini takdir membawanya kepada sebuah kejadian yang jauh lebih mengerikan. Ia terpisah dari rombongannya dan tersesat di tengah hutan. Di sana, ia ditangkap oleh sekelompok penyembah berhala yang tengah mencari tumbal untuk persembahan ritual mereka.
Mereka hampir saja mengorbankannya, tetapi setelah diperiksa, mereka menyadari bahwa sang raja tidak memiliki satu jari. Mereka pun membatalkan niat mereka karena syarat persembahan adalah manusia dengan fisik yang sempurna. Dengan demikian, sang raja selamat dari kematian yang mengerikan itu.
Saat akhirnya ia berhasil kembali ke kerajaannya, sang raja merenungi semua yang telah terjadi. Dengan penuh kesadaran, ia segera memerintahkan agar penasihat tua yang ia penjarakan segera dibebaskan.
Ia berkata, “Aku kini mengerti hikmah dari kecelakaan yang kualami. Jika jariku tidak putus, mungkin aku sudah menjadi korban persembahan. Namun, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu. Ketika aku memasukkanmu ke dalam penjara, apa hikmah yang kamu dapatkan?”
Sang penasihat tersenyum dan menjawab, “Wahai raja, sekiranya aku tidak masuk penjara, niscaya aku akan menemanimu berburu. Dan jika aku bersamamu, maka ketika mereka melihat bahwa engkau tidak memenuhi syarat untuk dijadikan tumbal, tentu mereka akan memilih orang yang ada di dekatmu. Dengan demikian, akulah yang akan menjadi korban. Maka, dimasukkan ke dalam penjara pun adalah yang terbaik bagiku. InsyaAllah.”
Hikmah dari Kisah
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam setiap kejadian, baik maupun buruk, ada hikmah yang tersembunyi. Allah telah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 216:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Sebagai manusia, kita sering kali tergesa-gesa dalam menilai suatu kejadian. Padahal, setiap kejadian memiliki makna yang lebih dalam yang mungkin belum kita pahami saat ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu bersyukur dan berprasangka baik (husnudzon) kepada Allah.
Pentingnya Berprasangka Baik (Husnudzon)
Allah juga mengingatkan kita dalam Surah Al-Hujurat ayat 12:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa…” (QS. Al-Hujurat: 12)
Husnudzon kepada Allah berarti percaya bahwa apa pun yang terjadi adalah bagian dari rencana terbaik-Nya. Begitu pula, husnudzon kepada sesama manusia akan menjaga hati kita dari kebencian, iri hati, dan perasaan negatif lainnya.
Penelitian tentang Pengaruh Perkataan dan Pikiran Positif
Seorang ilmuwan Jepang, Dr. Masaru Emoto, melakukan penelitian tentang bagaimana kata-kata dan pikiran mempengaruhi molekul air. Dalam eksperimennya, air yang diberi kata-kata positif seperti “cinta” dan “syukur” membentuk kristal yang indah, sementara air yang diberi kata-kata negatif membentuk pola yang kacau dan tidak harmonis.
Jika kata-kata dapat memengaruhi air, maka bayangkan bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh dan pikiran kita yang sebagian besar terdiri dari air. Ucapan yang baik tidak hanya menenangkan hati, tetapi juga dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik kita.
Selain itu, penelitian lain juga menunjukkan bahwa berbicara dengan kata-kata positif (self-talk) dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri seseorang. Orang-orang yang membiasakan diri untuk berkata baik kepada diri sendiri dan orang lain cenderung lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih sukses dalam hidup.
Mengubah Perkataan, Mengubah Hidup
Dari kisah raja dan penasihatnya serta dari penelitian ilmiah yang ada, kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap kata yang kita ucapkan memiliki kekuatan besar. Perkataan yang baik dapat membawa kebaikan dalam hidup kita, sedangkan perkataan buruk bisa mendatangkan keburukan.
Maka, marilah kita mulai memperbaiki perkataan kita. Ucapkan kata-kata yang baik, berprasangka baik, dan selalu ingat bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik. InsyaAllah.
Tulisan ini adalah rangkuman dari Kajian Ramadhan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kepanjenkidul, Ahad (23/03/2025)